Tingkatkan Literasi Melalui Media Film KGSB bersama BesiBerani Mengadakan Alteraksi Pesantren

  • Bagikan

Jakarta, Upeks–-Peringatan Hari Literasi yang jatuh tepat pada 8 September 2022 mengambil tema penting yakni “Transforming Literacy Learning Spaces” atau “Transformasi Ruang Belajar Literasi”. Dilansir dari laman UNESCO, tema ini dapat dimaknai sebagai kesempatan untuk memikirkan kembali pentingnya ruang belajar literasi untuk membangun ketahanan dan memastikan pendidikan yang berkualitas, adil, dan inklusif untuk semua.

Stagnansi literasi memang menjadi isu yang krusial di Indonesia selama beberapa tahun terakhir. Literasi diketahui berkorelasi pada indeks pembangunan manusia (IPM) sekaligus mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia. Itulah sebabnya pada Sustainable Development Goals (SDGs) poin 4.6 target yang disasar adalah semua remaja dan proporsi kelompok dewasa tertentu, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki kemampuan literasi dan numerasi (pada tahun 2030).

Sejalan dengan tema Hari Literasi 2022, Komunitas Guru Satkaara Berbagi (KGSB) dan BesiBerani berupaya meningkatkan literasi di dunia pendidikan dengan menggunakan film sebagai media pembelajaran para guru. Kegiatan “Alteraksi Pesantren” ini juga berbarengan dengan peresmikan Klub Literasi KGSB yang diketuai oleh Ninik Febriani, S.Pd Kons C.Ht, Guru BK SMPN 40 Jakarta.

Peserta Alteraksi Pesantren kali ini adalah para anggota KGSB, terdiri dari para guru PAUD hingga SMA. Aktivitas literasi yang dilakukan menggunakan metode Alteraksi dengan film Pesantren sebagai materi pemantik.

Alteraksi merupakan sebuah program yang menggunakan film dan metode fasilitasi sebagai alat bantu untuk membicarakan sekaligus mengalami beragam opini, pandangan, perasaan, dan pemikiran mengenai persoalan keragaman, keadilan, dan inklusi sosial dalam hidup sehari-hari. Film Pesantren adalah sebuah film dokumenter Panjang karya Shalahuddin Siregar yang dibuat dengan pendekatan observasional. Film ini mengajak penonton menyelami kehidupan para penghuni Pondok Kebon Jambu Al-Islamy, salah satu pondok pesantren terbesar di Kabupaten Cirebon. Menariknya, institusi pendidikan tradisional yang memiliki 2000an santri ini dipimpin oleh seorang ulama perempuan. Santri di Pondok Kebun Jambu dididik untuk menghargai dan mengasihi semua ciptaan Allah tanpa terkecuali. Film Pesantren telah diputar perdana di Ajang International Documentary Film Festival Amsterdam (IDFA) pada akhir 2019.

Founder KGSB, Ruth Andriani mengungkapkan pemilihan Film Pesantren dalam kegiatan Alteraksi  ini karena salah satu pesan toleransi yang diusungnya. Hal ini sejalan dengan tiga dosa besar dalam dunia pendidikan kita yakni intoleransi, kekerasan seksual dan perundungan yang menjadi fokus isu dari kegiatan  KGSB.

“Melalui Alteraksi Pesantren ini, kami berharap para guru mendapatkan pengalaman baru dalam menggunakan film sebagai media pembelajaran serta pandangan mengenai keberagaman dan toleransi,” ujar Ruth.

“Melalui Alteraksi Pesantren ini, kami berharap para guru mendapatkan pengalaman baru dalam menggunakan film sebagai media pembelajaran serta pandangan mengenai keberagaman dan toleransi,” ujar Ruth.

Kegiatan Alteraksi ini diawali dengan menonton film Pesantren berdurasi sepanjang 96 menit, kemudian dilanjutkan dengan fasilitasi kreasi dari BesiBerani yaitu Tukar Pandang dan Lontar Suara. BesiBerani adalah sebuah inisiatif interferensi sosial melalui medium film yang telah merancang dan melaksanakan program Alteraksi sejak 2018.

Alur fasilitasi dalam “Tukar Pandang” secara umum terdiri dari lima tahap proses yaitu saling mengenal karakter peserta (character), mengeluarkan pendapat (voice), saling berbagi nilai (exchange), memberikan tanggapan (response) dan membuat tindak lanjut nyata dalam keseharian peserta (possibility).

Para penggagas Alteraksi Suryani Liauw dan Rival Ahmad, memaparkan bahwa penggabungan film Pesantren dan metode fasilitasi dalam kerangka program Alteraksi Pesantren adalah sebuah pasangan yang tepat dan efektif dalam memperkuat efek riak (ripple efect) dari dampak yang disasar. Dalam setiap kegiatan Alteraksi, eksplorasi paling besar dan cerita yang paling berharga sesungguhnya datang dari para peserta (penonton film). Dalam konteks kemasyarakatan, kesadaran (consciouness) dan makna bersama (shared meaning) merupakan faktor kunci yang menjadi perekat dan pengeras setiap hubungan sosial, baik yang menghargai keberagaman maupun sebaliknya.

“Ide utama di balik kegiatan distribusi dampak film Pesantren adalah institusi pendidikan seperti Pondok Kebun Jambu— yang menerapkan metode pendidikan yang fokus pada solidaritas, keragaman dan kesetaraan gender bisa jadi adalah salah satu benteng pertahanan di masa depan untuk menangkal ancaman ujaran kebencian, hoaks, dan mengerasnya paham konservatif di Indonesia,” ujar BesiBerani.

Sementara Founder Rumah Guru BK, Ana Susanti menambahkan, “Alteraksi film Pesantren merupakan perwujudan nyata dari The ArtFull Of Pedagogy. Metode ini sangat mungkin bila diterapkan oleh para guru kepada para siswa dalam pengajaran sehari-hari.”

“Metode Alteraksi bisa mengajak siswa untuk mengeluarkan pendapat dan rasanya. Dari film para siswa  bisa mendapat hikmah apa yang  bisa dipelajari selanjutnya. Selain itu, aktivitas dalam metode ini juga banyak dan menarik, sehingga siswa tidak mudah bosan,” ujar Ana.

Dari sisi peserta, Febri Triwahyudi, S.Psi. M.M, Guru BK SMP Islam Nurul Hidayah Depok pun antusias mengikuti jalannya Alteraksi Pesantren. Dirinya menilai kegiatan ini sangat menjawab kebutuhan para guru dalam menemukan metode literasi yang sesuai dan menarik bagi siswa.

“Alteraksi bisa menjadi pembelajaran baru untuk diterapkan di sekolah. Tanpa disadari, film rupanya bisa menjadi pembelajaran secara umum melalui sharing pengalaman. Film yang memiliki media audio visual mampu membuat anak lebih tertarik untuk belajar dari tiap adegan, jalur cerita dan bisa dibedah sesuai pemahaman masing-masing anak,” tandas Febri. (*)

  • Bagikan